Rabu, 25 Januari 2012

Model Pengelolaan Sampah Luar Negeri

Di tahun terakhir, telah ada suatu aturan tentang prakarsa manajemen sampah padat yang dilakukan oleh negara-negara Eropa, Australia, Austria, Selandia Baru, dan Jepang. Sebagai contoh, pemerintah Jepang sedang bekerja ke arah suatu target pengurangan timbunan sampah sebanyak 75%. Sebagian besar fokus dari program ini pada 3R (reduce, recyle, dan re-use).
 
Umumnya pengelolaan sampah di luar negeri, khususnya Eropa, sudah dimulai di rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Kantong sampah terbuat dari bahan yang bisa didaur ulang. Warna kantong dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Kantong sampah organik biasanya berwarna hijau, sedangkan kantong sampah anorganik berwarna cokelat. Adapun kantong sampah barang merah. Selain di lokasi perumahan, pemerintah setempat juga menyediakan tempat sampah di lokasi strategis untuk tempat buangan sampah di lokasi umum. Konstruksi tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkut oleh truk sekaligus bersama tempat sampahnya ke lokasi pengolahan.

Sampah organik diambil oleh truk yang memiliki drum berputar dilengkapi pisau pencacah dan mikroba perombak bahan organik. Dengan cara ini pencampuran dapat dilakukan secara efisien dan merata karena volume sampah tidak begitu besar serta drum tersebut berputar dengan konstan. Kadang truk tersebut fungsinya hanya mengangkut, sedang pencacahan sampah dilakukan di tempat pengolahan.
Setelah sampah di lokasi pengolahan, sampah dituangkan ke dalam tempat penampungan, lalu diangkut oleh conveyor untuk dipisahkan dari material anorganik (besi). Pemisahannya menggunakan magnetic separator. Sementara pemisahan material ringan seperti kertas, plastik, dan kain dengan menggunakan teknik sentrifugal/tromol berputar. Material yang berat selain besi seperti gelas atau potongan kayu dipisahkan dengan menggunakan hembusan udara (air classifier). Selanjutnya, sampah diangkut ke ruang pengolahan (komposting). Material anorganik yang masih bisa didaur ulang dipisahkan, sedangkan yang tidak bisa didaur ulang dibakar menggunakan incinerator.
Cara pengolahan sampah organik pada dasarnya ada 2 macam, yaitu menggunakan model reaktor dan non-reaktor (di tempat terbuka atau hanya bagian atas tertutup atap).
Model nonreaktor yaitu sebagai berikut:
  1. Agitated solid bed (windrow), baik yang diberi aerasi atau tidak diberi aerasi.
  2. Static soil bed, baik yang diberi aerasi atau aerasi alami.
Model reaktor yaitu sebagai berikut:
  1. Rotating drum, jenisnya terdiri dari disperse flow, cells in series, dan complete mix.
  2. Bin reactor, jenisnya terdiri dari rectangular tankage dan inclined flow reactor.
Mdel-model tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri dan tidak akan dibahas secara detil, kecuali model windrow. Model windrow mirip model tumpukan. Sebelum unit pengolah sampah dibangun, terlebih dahulu telah dibuat negosiasi dengan perusahaan pertanian atau perkebunan yang akan menyerap produk kompos sampah kota yang dihasilkan. Dengan demikian, areal untuk proses komposting tidak tersita oleh produk kompos yang tidak terjual. Selain itu, adanya pendapatan yang diterima kegiatan tersebut.
Selain cara pengolahan sampah yang berbeda dan variatif di Eropa, komposisi sampahnya juga berbeda. Hal ini disebabkan pola makan yang berbeda sehingga ketersediaan barang di pasar pun berbeda. Secara umum komposisi sampah di Eropa mirip dengan sampah yang berasal dari pasar swalayan. Adapun contoh komposisi sampah di Eropa, terutama Belgia, dan nilai kalor kandungnya dapat dilihat di Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Sampah Organik dan Nilai Kalornya di Eropa
No
Jenis Sampah
Persentase (%)
Nilai Kalor (MJ/Kg)
Total Kalor (MJ/ton)
1.
Sampah daun
17
5,7
969
2.
Sampah sayur dan buah
43
14,2
6.106
3.
Kertas
3
15,6
468
4.
Tekstil
5
36,8
1.840
5.
Kotoran
12
6,9
828
6.
Macam-macam
2
18,1
362
7.
Total nilai kalor

82
10.573
Berdasarkan Tabel 3, komponen sampah organik sekitar 82%. Dari persentase tersebut ada yang mudah terurai (83%) dan sulit terurai (17%). Kadar air di Eropa berkisar 15-30%. Berbeda dengan sampah kota di Indonesia yang kadar airnya 70-80%. Tinggi kadar air tersebut akan menyulitkan di dalam proses pengolahannya. Adapun secara teoritis total nilai kalor yang diperoleh dari 1 ton sampah yang dibakar yaitu sebesar 10.573 MJ.
Berbeda dengan Eropa, Malaysia dan Brunei masih mencari cara untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah. Buktinya, kedua negara tersebut akan mengimpor alat composter buatan Bandung. Pengelolaan sampah di Malaysia dengan landfill, bahkan di hampir di seluruh Malaysia menggunakan open dumping. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pengelolaan sampah di Indonesia. Sementara pengelolaan sampah Singapura memiliki manajemen yang rapi dan diolah dengan teknologi tinggi yang dimanfaatkan untuk membuat pulau. Di negara tersebut memiliki sistem pembakaran sampah dengan teknologi sistem kontrol digital di lokasi tertutup. Dengan pembakaran tersebut, diperoleh panas untuk menggerakkan turbin dan pembangkit listrik. Tempat pembakaran hanya mengonsumsi 20% dari energi listrik yang dihasilkan dari sisanya (80%) dijual.

Artikel Ditulis oleh LTP
Sumber Artikel : Buku Mengelola Sampah Kota karangan Prof.Dr.Ir.H.R Sudradjat, MSc.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates