Umumnya
pengelolaan sampah di luar negeri, khususnya Eropa, sudah dimulai di
rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik.
Kantong sampah terbuat dari bahan yang bisa didaur ulang. Warna kantong
dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Kantong sampah organik
biasanya berwarna hijau, sedangkan kantong sampah anorganik berwarna
cokelat. Adapun kantong sampah barang merah. Selain di
lokasi perumahan, pemerintah setempat juga menyediakan tempat sampah di
lokasi strategis untuk tempat buangan sampah di lokasi umum. Konstruksi
tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkut oleh truk
sekaligus bersama tempat sampahnya ke lokasi pengolahan.
Sampah
organik diambil oleh truk yang memiliki drum berputar dilengkapi pisau
pencacah dan mikroba perombak bahan organik. Dengan cara ini
pencampuran dapat dilakukan secara efisien dan merata karena volume
sampah tidak begitu besar serta drum tersebut berputar dengan konstan. Kadang truk tersebut fungsinya hanya mengangkut, sedang pencacahan sampah dilakukan di tempat pengolahan.
Setelah sampah di lokasi pengolahan, sampah dituangkan ke dalam tempat penampungan, lalu diangkut oleh conveyor untuk dipisahkan dari material anorganik (besi). Pemisahannya menggunakan magnetic separator. Sementara
pemisahan material ringan seperti kertas, plastik, dan kain dengan
menggunakan teknik sentrifugal/tromol berputar. Material yang berat
selain besi seperti gelas atau potongan kayu dipisahkan dengan
menggunakan hembusan udara (air classifier). Selanjutnya, sampah diangkut ke ruang pengolahan (komposting). Material anorganik yang masih bisa didaur ulang dipisahkan, sedangkan yang tidak bisa didaur ulang dibakar menggunakan incinerator.
Cara
pengolahan sampah organik pada dasarnya ada 2 macam, yaitu menggunakan
model reaktor dan non-reaktor (di tempat terbuka atau hanya bagian atas
tertutup atap).
Model nonreaktor yaitu sebagai berikut:
- Agitated solid bed (windrow), baik yang diberi aerasi atau tidak diberi aerasi.
- Static soil bed, baik yang diberi aerasi atau aerasi alami.
Model reaktor yaitu sebagai berikut:
- Rotating drum, jenisnya terdiri dari disperse flow, cells in series, dan complete mix.
- Bin reactor, jenisnya terdiri dari rectangular tankage dan inclined flow reactor.
Mdel-model
tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri dan tidak akan
dibahas secara detil, kecuali model windrow. Model windrow mirip model
tumpukan. Sebelum unit pengolah sampah dibangun, terlebih dahulu telah
dibuat negosiasi dengan perusahaan pertanian atau perkebunan yang akan
menyerap produk kompos sampah kota yang dihasilkan. Dengan demikian,
areal untuk proses komposting tidak tersita oleh produk kompos yang
tidak terjual. Selain itu, adanya pendapatan yang diterima kegiatan tersebut.
Selain
cara pengolahan sampah yang berbeda dan variatif di Eropa, komposisi
sampahnya juga berbeda. Hal ini disebabkan pola makan yang berbeda
sehingga ketersediaan barang di pasar pun berbeda. Secara umum
komposisi sampah di Eropa mirip dengan sampah yang berasal dari pasar
swalayan. Adapun contoh komposisi sampah di Eropa, terutama Belgia, dan
nilai kalor kandungnya dapat dilihat di Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Sampah Organik dan Nilai Kalornya di Eropa
No
|
Jenis Sampah
|
Persentase (%)
|
Nilai Kalor (MJ/Kg)
|
Total Kalor (MJ/ton)
|
1.
|
Sampah daun
|
17
|
5,7
|
969
|
2.
|
Sampah sayur dan buah
|
43
|
14,2
|
6.106
|
3.
|
Kertas
|
3
|
15,6
|
468
|
4.
|
Tekstil
|
5
|
36,8
|
1.840
|
5.
|
Kotoran
|
12
|
6,9
|
828
|
6.
|
Macam-macam
|
2
|
18,1
|
362
|
7.
|
Total nilai kalor
| |
82
|
10.573
|
Berdasarkan Tabel 3, komponen sampah organik sekitar 82%. Dari persentase tersebut ada yang mudah terurai (83%) dan sulit terurai (17%). Kadar
air di Eropa berkisar 15-30%. Berbeda dengan sampah kota di Indonesia
yang kadar airnya 70-80%. Tinggi kadar air tersebut akan menyulitkan di
dalam proses pengolahannya. Adapun secara teoritis total nilai kalor
yang diperoleh dari 1 ton sampah yang dibakar yaitu sebesar 10.573 MJ.
Berbeda
dengan Eropa, Malaysia dan Brunei masih mencari cara untuk mengatasi
masalah pengelolaan sampah. Buktinya, kedua negara tersebut akan
mengimpor alat composter buatan Bandung. Pengelolaan sampah di Malaysia dengan landfill, bahkan di hampir di seluruh Malaysia menggunakan open dumping. Hal
tersebut tidak jauh berbeda dengan pengelolaan sampah di Indonesia.
Sementara pengelolaan sampah Singapura memiliki manajemen yang rapi dan
diolah dengan teknologi tinggi yang dimanfaatkan untuk membuat pulau.
Di negara tersebut memiliki sistem pembakaran sampah dengan teknologi
sistem kontrol digital di lokasi tertutup. Dengan pembakaran tersebut,
diperoleh panas untuk menggerakkan turbin dan pembangkit listrik.
Tempat pembakaran hanya mengonsumsi 20% dari energi listrik yang
dihasilkan dari sisanya (80%) dijual.
Artikel Ditulis oleh LTP
Sumber Artikel : Buku Mengelola Sampah Kota karangan Prof.Dr.Ir.H.R Sudradjat, MSc.
0 komentar:
Posting Komentar